KESEMPURNAAN AGAMA ISLAM

9:59 PM Munawir 0 Comments

بِسْـــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــــــــم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد

Kaum Muslimin,

Kesempurnaan sebuah agama adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa bagi pemeluk agama tersebut.

Dan alhamdulillāh, Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengabarkan di dalam Al Qurān bahwasanya agama kita (agama Islam) adalah agama yang sudah disempurnakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِينً۬اۚ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah menyempurnakan bagi kalian kenikmatan bagi kalian dan Aku telah ridhai Islam ini sebagai agama kalian.”

(QS Al Māidah: 3)

⇒ Ini menunjukkan tentang kesempurnaan agama ini dan bahwasanya Islam adalah agama yang sempurna.

Al Imām Ibnu Katsīr rahimahullāh, ketika beliau menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan:

◆ Bahwasanya ini adalah kenikmatan yang paling besar yang Allāh berikan kepada umat ini karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menyempurnakan bagi umat ini agama.

◆ Tidak ada yang halal, kecuali apa yang Allāh halalkan. Dan tidak ada yang haram, kecuali apa yang Allāh haramkan. Dan tidak ada agama, kecuali apa yang Allāh syariatkan.

⇒ Ini menunjukkan tentang kenikmatan kesempurnaan sebuah agama.

Oleh karena itu, orang-orang Yahudi, ketika mereka mengetahui tentang ayat-ayat ini mereka berkata kepada 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu:

"Ada sebuah ayat yang ada di dalam sebuah kitab kalian, apabila ayat tersebut turun kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai Hari Raya.

Maka 'Umar berkata:

'Apakah ayat tersebut?'

Mereka mengatakan:

'Yaitu firman Allāh':

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِينً۬اۚ

⇒ Ini menunjukkan kepada kita, sekali lagi, tentang kenikmatan kesempurnaan agama Islam ini.

Oleh karena itu sebagai seorang Muslim maka hendaklah dia bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang telah memberikan taufik dan hidayah kepadanya sehingga dia bisa memeluk sebuah agama yang telah disempurnakan oleh Allāh 'Azza wa Jalla.

Kaum Muslimin yang dimuliakan oleh Allāh,

Dan sebagai tuntutan keyakinan kita tentang kesempurnaan agama ini, adalah diharamkannya kita membuat perkara (amalan-amalan) yang baru (bid’ah) di dalam agama ini.

Karena orang yang membuat bid’ah di dalam agama maka seakan-akan dia telah menganggap agama ini belum sempurna sehingga perlu di sana tambahan syariat yang baru.

Dan ini adalah perkara yang tentunya membahayakan agama seorang Muslim.

Bagaimana dia mengatakan bahwasanya agama ini adalah agama yang kurang yang dengan lisannya maupun dengan keadaannya?

Padahal Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menyempurnakan agama Islam ini.

Demikian pula, orang yang melakukan bid’ah di dalam agama, maka seakan-akan dia telah menganggap dan menuduh bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengkhianati risalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Padahal Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam, sebagai seorang Nabi, telah melaksanakan tugasnya.

Di dalam sebuah hadits, Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم

“Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya untuk menunjukkan umatnya kebaikan yang dia tahu dan wajib baginya untuk mengingatkan umatnya kejelekan yang dia tahu.”

(HR Muslim)

⇒ Ini menunjukkan bahwa setiap Nabi, mereka sudah menyampaikan risalah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Nah, kalau kita menganggap bahwasanya di sana ada amalan yang belum disampaikan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berarti kita telah menuduh Beliau mengkhianati risalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Orang yang melakukan bid’ah (amalan yang tidak pernah diajarkan oleh Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam) seakan-akan menganggap bahwasanya ada syariat yang belum disampaikan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Al Imām Malik rahimahullāh, guru dari Imām Syāfi'ī rahimahullāh mengatakan:

من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة ، فقد زعم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خان الرسالة لأن الله يقول (اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا), فما لم يكن يومئذ دينا لا يكون اليوم دينا

“Barangsiapa yang membuat bid’ah di dalam agama Islam kemudian dia menganggap bid’ah tersebut adalah bid’ah yang hasanah (baik) maka sungguh dia telah menyangka (telah menuduh) Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengkhianati risalah Allāh.

Karena sesungguhnya Allāh telah mengatakan, 'Pada hari ini Aku telah sempurnakan agama ini bagi kalian.'

Maka sesuatu yang saat itu bukan termasuk agama Islam maka pada hari ini juga bukan termasuk agama.”

Ini adalah ucapan Imām Mālik yang meninggal pada 179 H dan beliau adalah guru dari Imām Syāfi'ī rahimahullāh.

⇒ Menunjukkan kepada kita tentang bahayanya melakukan bid’ah di dalam agama ini.

Itulah yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga yang sedikit ini bermanfaat.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Sumber:
🌍 BimbinganIslam.com
📝 Materi Tematik
👤 Ustadz Abdullah Roy, MA
🔊 Tausiyah Singkat | Kesempurnaan Agama Islam
⬇ Download Audio:
https://goo.gl/m0W2Mq
🌐 Sumber:
https://m.youtube.com/watch?v=okwr3r1FIxE

______________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website: 
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page: 
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
Telegram.me/TausiyahBimbinganIslam
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv

0 komentar:

BUKAN SEKEDAR TAUBAT

9:57 AM Munawir 0 Comments

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله

Menurut Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamā'ah, iman itu ada pasang surutnya.

Kadang naik, kadang turun, kadang bertambah kadang berkurang.

'Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamā'ah mengatakan:

◆ الإيمان يزيد وينقص; يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية

◆ Iman itu bertambah dan berkurang; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Sementara itu, tidak ada manusia yang lepas dari maksiat.

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُالْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

"Semua anak Ādam pasti bersalah (berbuat dosa), akan tetapi sebaik-baik orang yang berbuat salah (dan berdosa) adalah yang (menaikkan kembali imannya dengan) bertaubat."
(HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Mājah, Dārimi)

⇒ Sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang segera bertaubat, kembali kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka, iman itu sudah pasti akan mengalami penurunan, namun belum tentu naiknya.

Karena tidak semua orang berdosa mengiringi/mengimbangi dosanya itu dengan bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Hanya hamba-hamba yang diberi anugerah dan hidayah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang tergerak hatinya untuk bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan sedikit pula orang-orang yang bertaubat ini yang bersungguh-sungguh taubatnya (taubatan nashūhah).

Yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla katakan di dalam kitab-Nya:

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ

"Kecuali orang-orang yang bertaubat lalu dia iringi taubatnya dengan iman dan amal shalih.

Merekalah orang-orang yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla ganti keburukan-keburukan mereka menjadi kebaikan."
(QS Al Furqān: 70)

⇒ Dosa-dosa mereka berubah menjadi pahala,

Berubah (yaitu) dicatat oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadi catatan pahala pada hari kiamat kelak.

Itu berlaku pada orang yang sungguh-sungguh bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yang meminta ampun kepada Allāh dan Allāh (adalah) Ghafūrur Rahīm.

إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا 

"Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni semua dosa."
(QS Az Zumar: 53)

⇒ Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni semua dosa selama pintu taubat belum tertutup.

Kesempatan bertaubat masih terbuka lebar bagi orang-orang yang ingin kembali kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Salah satu contohnya adalah seorang yang telah membunuh 100 jiwa. Lalu dia bertanya kepada seorang 'alim:

"Adakah kesempatan bagiku untuk bertaubat?"

Orang 'alim itu mengatakan:
"Apa yang menghalangimu dari taubat?"

Maka orang ini pun segera bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan taubatan nashūhah, dia:
✓Berhenti dari perbuatan dosanya.
✓Menyesali segala perbuatan-perbuatannya.
✓Ber-azzam untuk tidak kembali lagi melakukan dosa yang sama.
✓Mengiringi taubatnya itu dengan amal shalih.

Orang 'alim ini berkata kepada orang yang baru bertaubat tadi:

"Sesungguhnya kamu tinggal di negeri yang buruk. Pindahlah dari negerimu. Hijrahlah kamu ke negeri yang lainnya.

Di sana ada orang-orang yang menyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka sembahlah Allāh Subhānahu wa Ta'āla bersama mereka."

Dan mantan tukang jagal ini segera berhijrah (tidak menunda-nunda/menunggu-nunggu lagi).

Dia tidak menunda-nunda amal shalihnya ini.
Karena inilah amal shalih yang akan menyelamatkannya.
Sebagai bukti dia benar-benar bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini adalah bukti bahwasanya dia benar-benar bertaubat (taubatan nashūhah), yaitu taubat yang diiringi dengan iman dan amal shalih.

Dan ciri orang yang bertaubat itu adalah dia segera bangkit memperbaiki diri.

Dengan apa?
Dengan menuntut ilmu, bersungguh-sungguh untuk memahami agama Allāh.

Karena dia tahu dan sadar (bahwa) dengan memahami agama Allāh ini (maka) dia akan mengetahui,
✓Apa yang Allāh ridhai
✓Apa yang Allāh murkai

Sehingga dia dapat memperbaiki diri dan dapat bangkit dari keterpurukannya.

Inilah tanda orang yang benar-benar bertaubat atau dalam istilah lain disebut taubatan nashūhah.

Bukan taubat sambal; di bibir bertaubat tapi (di) kelakuan tidak.
Baru kemarin bilang taubat tapi besok sudah diulangi lagi.
Ini namanya bukan taubat

Orang ini telah bermain-main, tidak menunjukkan azzam (kesungguhan) yang kuat untuk kembali kepada jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka syarat taubat itu salah satunya adalah ber-azzam (bertekad kuat/bersungguh-sungguh) untuk tidak kembali kepada dosa yang sama berkali-kali dan dia tidak mempertahankan dosanya itu.

Maka dengan taubat ini, iman hamba yang semula turun dari levelnya, akan kembali lagi ke levelnya.

Dia akan menormalkan kembali grafik iman itu.
Dan apabila dia iringi taubatnya itu dengan amal shalih, maka imannya pun akan naik/bertambah.

Itulah iman dalam pandangan Ahlu Sunnah wal Jamā'ah.

Maka, kita harus benar-benar memperhatikan bagaimana fluktuasi (naik turunnya) iman kita.

Kita kadang-kadang merasakan itu.
Jangankan kita, shahābat yang mulia juga merasakannya.

Hanzhalah Al Ghusayli, salah seorang sekretaris Nabi, merasakan itu.

Dia berkata kepada Abū Bakr Ash Shiddīq ketika, Abū Bakr Ash-Shiddīq bertanya kepadanya:
"Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?"

Hanzhalah mengatakan: "Hanzhalah telah jatuh dalam nifaq."

Maka Abū Bakr Ash Shiddīq berkata: "Apa yang kamu katakan, wahai Hanzhalah?"

Hanzhalah menjelaskan alasannya:
"Kita, wahai Abū Bakar, kalau berada di majelis Nabi dan Nabi mengingatkan kita kepada surga dan neraka, seolah-olah surga dan neraka itu ada di hadapan kita.

Tapi ketika kembali ke rumah kita, bertemu dengan istri kita, sibuk dengan kegiatan kita, pekerjaan kita, kita banyak lupa, begitulah keadaan kita."

Maka kata Abū Bakr Ash Shiddīq, orang kedua di umat ini setelah Nabi Muhammad shallallâhu 'alayhi wa sallam:
"Demi Allāh, wahai Hanzhalah, aku juga merasakan seperti itu."

Coba bayangkan, Abū Bakr Ash Shiddīq saja merasakan imannya naik turun, apalagi kita.

Maka ketika iman kita terasa turun, segeralah kita beristighfar (meminta ampun) kepada Allāh dan bertaubat.

Jadi, taubat itu bukan (hanya) menunggu sadar berbuat dosa (lalu) baru kita bertaubat.

(Akan tetapi) taubat itu dituntut setiap saat, karena kita ini selalu bebuat dosa, baik kita sadari maupun tidak kita sadari.

Maka, (mari) kita imbangi (dosa itu) dengan taubat, istighfar, kembali kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Karena seorang mu'min itu diciptakan selalu (senantiasa) diuji, tergerak untuk kembali ke agama Allāh dan kadang-kadang lupa, namun jika diingatkan dia akan ingat.

Maka, kembalikanlah level iman kita dengan taubat.

Naikkanlah dia (iman) dengan amal shalih setelah kita bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Itulah iman kita.

Mudah-mudahan Allāh Subhānahu wa Ta'āla tetap menjaga & menghidupkan kita tetap di atas iman dan mematikan kita juga di atas iman.

آمين يا رب العالمين
وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Sumber:
🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 08 Shafar 1437 H / 20 November 2015 M
📝 Materi Tematik
👤 Ustadz Abu Ihsan Al Maidany, MA
🔊 Ceramah Singkat | Bukan Sekedar Taubat
⬇️ Download Audio: https://goo.gl/1YY5Aj
📺 Sumber:
http://yufid.tv/ceramah-singkat-bukan-sekedar-taubat-ustadz-abu-ihsan-al-maidany-ma/
______________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website: 
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page: 
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
Telegram.me/TausiyahBimbinganIslam
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv

0 komentar:

Mengapa Allah Tidak Menghukum Kita

7:53 AM Munawir 0 Comments


Seorang murid bertanya kepada gurunya : "betapa banyak kita bermaksiat kepada Allah namun Ia tidak menghukum kita.." 

Seorang Syaikh (Guru) menjawab :
Betapa sering Allah menghukum dirimu tanpa kau sadari... 
Tidakkah pernah kau merasakan kehilangan manisnya bermunajat kepada Allah? 
(ketahuilah) tidaklah ada musibah yang menimpa seseorang yang lebih dahsyat daripada kerasnya hati... 

Sesungguhnya bisa jadi hukuman terberat yang akan menimpamu adalah minimnya taufik untuk beramal kebajikan
(Muridku) Tidakkah hari² berlalu melewatimu tanpa bacaan al-Qur'an?! 
Bahkan betapa sering engkau mendengarkan ayat yang Allah berfirman :

لو أنزلنا هذا القرآن على جبل لرأيته خاشعا متصدعا من خشية الله... 
"Sekiranya Kami turunkan al-Qur'an ini kepada gunung, niscaya kau kan melihatnya gunung tsb dalam keadaan tunduk dan patuh lantaran takut kepada Allah."

Sedangkan dirimu begitu lalai seakan-akan tidak pernah mendengarkan ayat ini... 
(Muridku) Tidakkah malam² yang panjang berlalu melewatimu sedangkan dirimu terhalang dari qiyamul lail (sholat malam)?! 

Tidakkah musim² kebaikan berlalu melewatimu, yaitu Ramadhan, enam hari di Syawwal, 10 hari Dzulhijjah, dst... Namun dirimu tdk lah mendapatkan taufik untuk memanfaatkan waktu tsb sebagaimana layaknya...?! 

Apakah ada hukuman yang lebih besar dari ini??! 
Tidakkah kau merasa bagaimana beratnya melaksanakan amal ketaatan (saat ini)?! 
Tidakkah kau merasakan betapa lemahnya dirimu ketika berhadapan dg hawa nafsu dan syahwat?!.
Tidakkah kau merasakan bahwa dirimu ditimpa (penyakit) cinta dengan harta, kedudukan dan popularitas?! 

Adakah hukuman yang lebih besar daripada ini?! 
Tidakkah kau merasakan betapa mudahnya (sekarang) dirimu melakukan ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba) dan dusta.  
Tidakkah kau merasa bahwa dirimu sekarang senang dengan menyibukkan diri dengan hal² tidak berguna dan tidak bermanfaat?! 
Tidakkah kamu merasa bahwa dirimu telah melupakan akhirat dan menjadikan dunia sebagai obsesi terbesarmu?! 

Semua ini adalah tipuan yang sejatinya adalah bentuk hukuman dari Allah... 
Maka hati²lah wahai anakku, karena sesungguhnya hukuman paling ringan dari Allah adalah sesuatu yang bersifat materi (dapat diindera) baik itu harta, anak ataupun kesehatan..  
Sedangkan hukuman paling berat adalah yang menimpa hatimu... 
Karena itu pintalah kepada Allah keselamatan dan mohonlah ampun atas dosa²mu...
Karena sesungguhnya seorang hamba terhalang dari taufik untuk beramal ketaatan lantaran dosa yang dilakukannya...

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
قال احد الطلاب لشيخه: 
كم نعصي الله ولا يعاقبنا ..

فرد عليه الشيخ:
كم يعاقبك الله وأنت لا تدري .. ألم يسلبك حلاوة مناجاته .. وما ابتلي احد بمصيبة أعظم عليه من قسوة قلبه ..
ان اعظم عقاب ممكن ان تتلقاه هو قلة التوفيق الى اعمال الخير .. الم تمر عليك الايام دون قراءة للقران بل ربما تسمع الاية التي قال تعالى عنها لو انزلنا هذا القران على جبل لرأيته خاشعا متصدعا من خشية الله .. وأنت لاه كأنك لم تسمعها .. الم تمر عليك الليالي الطوال وأنت محروم من القيام .. الم تمر عليك مواسم الخير .. رمضان .. ست شوال .. عشر ذي الحجة ..الخ ولم توفق الى استغلالها كما ينبغي .. اي عقاب اكثر من هذا ؟ 
الا تحس بثقل الطاعات ..الا تحس بضعف امام الهوى والشهوات .. الم تبتلى بحب المال والجاه والشهره .. أي عقاب اكثر من ذلك .. الم تسهل عليك الغيبة والنميمة والكذب .. الم يشغلك بالفضول والتدخل فيما لا يعنيك .. 
الم ينسيك الآخرة ويجعل الدنيا اكبر همك ..
.. هذا الخذلان ما هو الا صور من عقاب الله..

 #‏إحذر  يا بني فان اهون عقاب لله ما كان محسوسا في المال أو الولد أو الصحة ..
وان اعظم عقاب ما كان في القلب .. فاسأل الله العافية واستغفر لذنبك .. فان العبد يحرم التوفيق للطاعات بسبب الذنب يصيبه...

0 komentar: